Tatkala bangsa ini sudah menginjak tenggang waktu selama satu windu dalam keterpurukan, banyak orang yang mulai sadar bahwa pada galibnya bangsa ini telah kehilangan miliknya yang paling berharga yang disebut harga diri. Banyak orang yang sudah merindukan kapan bangsa ini bakal menemukan jati dirinya sendiri, kembali kepada pribadi ke Timuran yang , memiliki jati diri yang sarat dengan nili-nilai adiluhung. Mungkin orang ingat bahwa dulu bangsa ini pernah jaya lantaran memiliki identitas diri sebagai bangsa yang beradab, bangsa yang berjiwa ksatria sejati. Bangsa yang punya malu tidak “rai gedkek”.Orang masih mengharapkan bahwa pada suatu saat akan datang hidayah dari Tuhan berupa petunjuk dan kekuatan yang mampu membangkitkan kesadaran manusia untuk kembali kejalan yang benar dan terhindar dari kesesatan . Sebenanrnya Tuhan dengan firmannya dalam QS.At Tahriim 8 telah memerintahkan “Hai orang-orang yang beriman bertobatlah kepada Allah” dan QS.Al Infikaar 6 “ Hai manusia apa yang telah memperdayakan kamu berbuat durhaka terhadap Tuhanmu yang Maha Pemurah” Hanya saja seruan Tuhan itu masih juga belum terdengar oleh telinga yang tuli. Akibatnya apa yang diharap=harapkan tidak juga kunjung tiba.
Padahal dengan perkembangan teknologi informasi yang semakin canggih, mestnya orang dapat melakukan dakwah yang lebih praktis, intensif dan mendunia. Tetapi apa hasilnya yang dapat kita lihat pada dewasa ini? Orang hanya pandai beradu mulut, bersilat lidah dan bermain politik. Nampaknya kepandaian orang sudah salah sasaran, Tuhan pun juga dijadikan obyek bahkan sudah dikelabuhi terang-terangan .Nampaknya orang sudah lupa bahwa Tuhan adalah Dzat yang Maha Lembut, Yang Maha Halus. Bahkan suara harus direndahkan dan dikendalikan serta bila perlu disembunyikan, tidak malah diumbar sejadi-jadinya.Berulang kali Tuhan mengingatkan manusia agar tidak arogan dan melampaui batas. Sebab Tuhan tidak senang dengan orang yang ugal-ugalan. Semua harus dilakukan dalam batas kesopanan . Apalagi bernada keras, memerintah atau menyuruh dalam hal memohon sesuatu pada-Nya. (QS.Al A’raaf 55, Asy Syura 51 dan Al Anbiya’ 90). Sebagai seorang Muslim, kita harus tahu bagaimana caranya berkomunikasi dengan Tuhan dan bagaimana etika Islami mengatur semuanya itu.. Kita harus belajar , sebab apabila kita tidak mengenal seluk-beluk mengenai hal itu, kita tidak mungkin dapat berinteraksi dengan Tuhan. Kita harus mafhum bahwa bahasa Tuhan adalah bahasa wahyu bukan bahasa bisik-membisik ditelinga. Bahasa Tuhan adalah bahasa Hati. Yang mendengar adalah hati nurani yang paling dalam, bukan telinga.
Orang sekarang tidak lagi mau susah payah melakukan Adzan tanpa alat elektronik. Adzan maupun pengajian baik di masjid-masjid maupun ditempat ta’ziah digelar dan dikumandangkan dengan menggunakan kaset dian pengeras suara yang suaranya menggema memekakkan telinga, bahkan bisa menimbulkan gangguan bagi orang yang sedang nyenyak tidur dan orang yang sedang menderita sakit. Kapan etika Islami yang telah diajarkan Tuhan lewat Al Qur’anul Karim dapat meresap dalam sanubari umat manusia? Kapan umat manusia kembali pada jati dirinya sebagai makhluk yang beradab, yang tahu malu.Tuhan telah berfirman dalam QS.Yunus 57 “Hai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhan-Mu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit yang berada didalam dada serta petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman”. Sekarang yang perlu dipertanyakan adalah kapan orang akan malu apabila melanggar hukum , malu bila masuk penjara , malu bila melakukan korupsi , malu kepada anak isteri bila mencari nafkah untuk menhidupi mereka dengan cara mencuri milik orang lain atau milik negara. Bisa jadi kelak apabila kesadaran itu sudah datang menghampiri, anak isterinya akan memilih kelaparan dari pada makan rizki yang haram hasil curian. Anak isteri akan memilih tinggal dirumah sederhana dari pada diam dirumah gedongan yang mewah dan megah tetapi tidak merasakan adanya kebahagiaan, karena memang bukan hasil jerih payah dan cucuran keringatnya sendiri.. Anak-anak pergi sekolah lebih suka dan merasa bahagia naik sepeda onthel bersama teman-temannya, dari pada diantar jemput dengan mobil mewah.
Dengan hidayah itu, manusia akan mwenyadari bahwa dirinya tidak lebih dari hamba Tuhan seperti halnya yang lain; sebagai makhluk yang lugu, sederhana, mencintai diri secara spontan , termasuk kepada sesamanya.Tidak egois dan altruis. Tidak ada nafsu saling menyerang dan memusuhi.Tidak saling lirik, saling ancam dan adu jotos. Tidak ada suara kasar dengan lengking seperti keledai dalam perdebatan. Semua dilakukan layaknya orang yang beradab. Manusia Indonesia bakal memasuki era baru, yaitu era keberadaban yang hakiki
Orang dengan kesadaran dan nuraninya akan bergegas untuk meninggalkan naluri kebinatangan seperti apa kata Thomas Hobes , seorang filsuf Barat yang berpendapat bahwa manusia adalah serigala bagi sesamanya, “Homo Homini Lupus” . yang akibatnya terjadi perang saudara yang tiada akhir, karena dendam kesumat itu memiliki rantai yang sulit untuk diputuskan sampai turun-menurun , sehingga memakan kurun waktu yang tidak mungkin diperhitungkan. Akhirnya terjadi perang antar semua melawan semua (Bellum Omnium Contra Omnes). Manusia hidup layaknya serigala ditengah habitatnya .Manusia hanya ditengarai dengan fisiknya, tetapi wataknya seperti serigala yang buas dan ganas. Manusia kehilangan peradabannya dan akhirnya peradaban itu musnah dari muka bumi.
Gambaran seperti itu telah terjadi secara bertubi-tubi di negeri ini termasuk yang terjadi akhir-akhir ini di Poso dan Mimika. Betul juga kata Pitagoras bahwa amarah itu dimulai dari pikiran yang tidak sempurna dan berakhir dengan penyesalan. Mungkinkah saat ini mereka sudah menyesal, meski sudah saling bersalaman? Apakah dihatinya sudah betul-betul bersih dan tidak saling serang lagi? Inilah pertanyaan yang patut dicatat oleh para aparat yang berwajib. Siapa tahu malapetaka semacam itu akan datang kembali.
Keadaan seperti ini tetap akan terulang kembali selama manusia Indonesia kehilangan harga dirinya. Sehingga tidak mampu berperan untuk mencari solusi atas masalahnya sendiri , yang dihadapi dalam hidup ini. Ini sebagai akibat mereka telah meninggalkan prinsip-prinsip dalam berinteraksi, dimana kejujuran, saling percaya dan saling menghargai sudah jauh ditinggalkan. Akibatnya orang tidak mampu menganalisis dan mengevaluasi keadaan, mencari alteernatif solusi maupun m,enentukan solusi yang terbaik atas suatu masalah. Pasalnya kemampuan berpikirnya sudah diliputi oleh kegelapan yang ditimbulkan oleh amarah. Semua sudah buta dan tidak mampu lagi membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Hatinya sudah menjadi gelap, sungguh-sungguh gelap gulita.
MANFAAT HARGA DIRI.
Banyak orang yang tidak tahu apa manfaat dari harga diri. Padahal apabila Anda memiliki harga diri, berarti Anda telah memiliki berteng yang kuat guna menangkis serangan dari pihak lain. Anda telah memiliki jaminan yang melekat pada diri Anda. Tidak perlu lagi mencari jaminan kemana-mana. Sebab eksistensi Anda dengan nilai diri pribdi Anda sudah cukup untuk menjadi jaminan.
Lebih dari itu , menurut penuturan para ahli bahwa apabila Anda memiliki harga diri, sebenarnya Anda telah terbebas dari rasa cepat marah, murung, sedih, kelelahan pikiran, tidak tenang dan perasaan kacau balau. Disamping itu harga diri menurut ahlinya dapat meng-antisipasi suasana yang lebih kritis dari emosi, yaitu : depressi, kekerasan dan kebrutalan, , panik atau phobi, maupun berbagai serangan penyakit syarat.
Dan yang utama adalah bahwa hidup tanpa harga diri bisa berakibat fatal. Karena hidup tidak punya nilai. Citra diri merosot berada pada level yang sangat rendah. Orang gagal dalam menjalani hidup dan kehidupan dimasyarakat, bisa jadi malah dikucilkan dan akhirnya menjadi sampah masyarakat. Bisa jadi hidupnya berkeliaran di jalanan menjadi papariman atau pengemis dan harga dirinya lebih rendal dari daun jati kering. Hilang sudah bekas-bekasnya sebagai manusia.Oleh sebab itu jangan sekali-kali milik yang paling berharga itu dilepaskan atau digadaikan. Akhirnya Anda akan menyesal sepanjang masa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar