Senin, 27 September 2010

Iman itu Naik dan Turun

Yang namanya iman itu menurut para ulama bisa naik dan bisa juga turun, meskipun sudah menjalankan shalat lima waktu dan shalat Jum’at di Masjid dan oleh khatib selalu diingatkan pentingnya iman dan taqwa. Ternyata khotbah yang monoton itu mudah membius jamaah tertidur pulas saat “khusuk” mendengarkan khutbah Jum’at. Biasanya hanya terdengar kata iman dan taqwa saja, sedang materi yang lebih penting isinya sudah tidak mendengar lagi.
Saya pernah bertanya kepada seorang Kepala KUA Kecamatan, berapa jumlah staf di kantornya. Ternyata hanya satu orang. Coba bandingkan dengan  banyaknya personil yang membina otak secara kognitif di tiap kecamatan. Yang jumlahnya lebih banyak. Nampak jelas bahwa tidak ada keseimbangan antara yang membina otak agar memiliki kecerdasan  dan yang membina akhlak agar memilki akhlak yang mulia, sehingga terjadi kesenjangan antara keduanya, padahal semestinya harus seimbang antara yang berifat akal dan yang  mental-spiritual.
 Ternyata bukan kaum awam saja yang imannya kadang-kadang turun, seorang ustadz atau kyai pun imannya kadang bisa turun. Oleh karena itu, Anda tidak perlu khawatir kalau shalat Anda dinilai belum sempurna, lakukan terus dengan khusuk dan tulus ikhlas, meskipun rasanya masih ada yang kurang, nanti tentu akan mendekati kesempurnaan.  Sebab yang menilai kadar keimanan Anda adalah bukan Ustadz atau Kyai tapi Tuhan sendiri.
Demikian juga yang bisa memberi hidayah itu bukan Ustadz atau Kyai, tetapi Tuhan sendiri. Dan saya ingatkan Anda jangan terlalu mendewa-dewakan seorang Kyai dengan menyembahnya melebihi menyembah Tuhan, apalagi dikultuskan, bicaranya selalu diagungkan dengan menyebut sebagai “fatwa” yang harus diikuti, sami’na wa ata’na, meskipun yang dikatakan tidak benar, katanya takut kalau kualat, kualat apanya? Sedang Nabi Muhammad sendiri tidak mau di kultuskan.
          Jangan bermimpi tentang negara Islam di negeri ini, buang jauh-jauh pikiran bodoh itu, sebab yang lebih penting kini sudah saatnya kita membenahi diri dalam melakukan syi’ar Islam yang benar, agar tidak tersanjung dengan jumlahnya, tetapi yang lebih penting kualitasnya. Sudah waktunya kita tinggalkan cara-cara yang dogmatis tradisional, karena cara itu sudah terlalu usang dan sudah jauh tertinggal dibanding kemajuan yang dicapai akal manusia. Ilmu pengetahuan telah jauh berada di depan, sedang dakwah al Islam masih itu-itu juga.
Sudah saatnya kita umat Islam mendewasakan diri, dengan merubah dengan cara baru yang lebih kreatif, intelek dan berpikiran lebih maju. Memperbaiki diri dengan melakukan introspeksi kedalam, tidak perlu menyalahkan orang lain atau mencari kambing hitam untuk menyudutkan pihak manapun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar